100%100% menganggap dokumen ini bermanfaat, Tandai dokumen ini sebagai bermanfaat

0%0% menganggap dokumen ini tidak bermanfaat, Tandai dokumen ini sebagai tidak bermanfaat

Keterbatasan bukanlah penghalang bagi seseorang untuk  melakukan kegiatan pariwisata. parwisata merupakan kebutuhan setiap orang tanpa adanya pengecualian. Tidak terkecuali bagi seseorang yang memiliki kebutuhan khusus atau sering kita dengar sebagai penyandang disabilitas. Dalam perkembangannya masih banyak obyek  wisata yang tidak menerapkan  menerapkan konsep pariwisata ramah disabilitas. Kebanyakan obyek wisata hanya menganggap  berwisata hanya untuk seseorang tanpa kebutuhan khusus.

Seseorang yang memiliki kebutuhan khusus tentunya perlu diperhatikan terkait dengan fasilitas apa saja yang dibutuhkan guna menunjang jalannya aktifitas penyandang disabilitas . Fasilitas tersebut tergabung ke dalam fasilitas ramah disabilitas yang bernama aksesibilitas. Aksesibilitas secara umum diatur dalam Peraturan Mentri Pekerjaan Umum (PermenPUPR) Republik Indonesia No. 14/PRT/M/2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung. PermenPUPR tersebut merincikan kelengkapan sarana dan prasarana pemanfaatan bangunan gedung demi memudahkan pengguna dan pengunjung bangunan gedung dalam beraktivitas. Sehingga fasilitas ramah disabilitas yang berupa aksesibilitas ini sangat penting ada di tempat tempat umum guna memudahkan pengguna dan pengunjung gedung yang khususnya memiliki kebutuhan Khusus.

Fasilitas aksesibilitas tersebut memiliki aneka ragam bentuk yang tentu saja sesuai dengan kebutuhan yang di perlukan seseorang yang berkebutuhan khusus. Keanekaragaman tersebut salah satunya adalah Ramp. Ramp merupakan salah satu fasilitas ramah disabilitas yang berupa aksesibilitas untuk memudahkan penyandang disabilitas tuna daksa melakukan mobilitas dari satu tempat ke tempat lainnya. Ramp secara umum dapat diartikan sebagai jalur pengganti anak tangga yang memiliki  bidang dengan lebar dan kemiringan tertentu, untuk memudahkan akses dengan tempat yang memiliki perbedaan ketinggian bagi penyandang disabilitas.

Sedangkan di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta fasilitas ramah disabilitas yang berupa aksesibilitas ada di setiap pintu masuk maupun pintu keluar ruangan  yang memiliki ketinggian yang berbeda. Keberadaan ramp tersebut  mulai  dari meja pelayanan, diorama 1, diorama 2, diorama 3, diorama 4, toilet dan berbagai ruangan yang aksesnya  memiliki ketinggian yang berbeda antar satu dengan lainnya.

Dengan adanya fasilitas ramah disabilitas yang berupa ramp atau bidang miring pengganti anak tangga diharapkan dapat memudahkan para pengunjung khususnya yang memiliki kebutuhan khusus untuk berkunjung ke Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.

IDEAOnline-Banyak orang berpikir dua kali saat ingin membuat rumah tingkat. Salah satunya kekhawatiran akan kemudahan akses saat usia tua. Keberadaan tangga dipandang kurang mengakomodasi untuk ini.

Sebagai gantinya, dikenal ramp.Pengganti tangga berupa bidang miring yang menjadi penghubung vertikal antrruang, ini belum terlalu popular di Indonesia.

Namun, di Negara lain, di mana istilahuniversal designsudah sangat populer, banyak orang mulai menambahkanrampkhusus untuk pengguna kursi roda di bagian depan rumah mereka yang biasanya berhalaman luas dan tidak berpagar.

Baca Juga: Sedih Kabarkan Kondisi Andhika Pratama yang Sedang Isoman, Ussy: 'Kangen Dia Dibalik Pintu Ini'

Baca Juga: Nyaman Dihuni hingga Tua, Ini Siasat Arsitek Ciptakan Rumah Tropis di Tanah Datar Memanjang ke Belakang

Ramp seperti ini membutuhkan spasi atau ruang yang banyak, sehingga sulit diterapkan pada rumah berhalaman sempit seperti di Indonesia.

Dari istilahnya, rampmemiliki arti bidang miring yang berfungsi untuk memindahkan barang.

Bangsa Mesir kuno telah menggunakan sistem ini untuk memindahkan batu besar sewaktu membangun piramida.

Pada perkembangannya,ramp dibangun sebagaipengganti tanggabagi pengguna kursi roda atau orang yang memiliki kemampuan mobilitas terbatas.

Biasanyarampbanyak digunakan di rumah sakit, panti jompo, atau panti rehabilitasi.

Selain itu,rampjuga dapat digunakan untuk tujuan rekreasi seperti di kolam renang atau di area bermainskateboard.

Ramp di area luar rumah jadi akses menuju ke teras.

Ramp di area luar rumah jadi akses menuju ke teras.

Saat ini, ketika konsep sustainable mulai dipikirkan saat membuat rumah sehingga nyaman dihuni hingga usia tua (usi lanjut), rampdi rumah tinggal mulai menjadi pertimbangan untuk memudahkan akses berjalan bagi siapa saja.

Baca Juga: Kasur Kapuk, Busa, atau Pegas, Pilih Mana? Cek Dulu Plus Minusnya!

Baca Juga: Jarang Ada di Tempat Umum, Penyandang Disabilitas Perlu Toilet Khusus, Ini Kebutuhannya!

Saat membawa mebel atau peralatan besar, tentunya akan lebih mudah menggunakanrampdaripada menaiki dan menuruni tangga.Pun tentu saja saatpenghuni sudah memasuki usia senja. Atau, ketika di rumah ada pengguna kursi roda.

Alhasil, di sinirampmasih terbatas digunakan sebagai akses antarlantai yang tidak jauh jaraknya dan akses mobil pada daerahcarport.

Membuatrampkhusus orang cacat memang memerlukan penanganan ekstra dari orang yang ahli agar tidak lantas berbalik mencelakakan si pemakai.

Namun jika sekadar membuatrampyang jaraknya pendek, kamu dapat melakukannya sendiri.

Asalkan tetap mengikuti beberapa persyaratan wajib untuk membuatrampyang aman bagi siapa saja, kamu dapat menambah keunikan tersendiri di dalam rumah denganramp.

Rampakan sangat berguna pada daerah dengan arus mobilitas yang tinggi, seperti pada area pertemuan teras rumah dengancarport.

Ramp jadi solusi keterbatasan mobilitas ketika seseorang menggunakan tangga.

Ramp jadi solusi keterbatasan mobilitas ketika seseorang menggunakan tangga.

Di dalam rumah,rampdapat dibuat pada area pengalihan ruangan yang memiliki perbedaan ketinggian lantai yang tidak besar.

Baca Juga: Tak Sembarang Bikin Toilet, Ini Persyaratan Aman dan Nyaman untuk Orang Normal dan Penyandang Cacat

Baca Juga: Warga Se-Indonesia Rugi Kalau Engga Coba, Wanita Ini Letakkan Segelas Air di Bawah Tempat Tidur, Ternyata Ini Manfaatnya!

Selain itu,rampyang cukup panjang jaraknya dapat diletakkan pada daerah denganviewyang menarik.

Lantas, seperti apa standar spesifikasi pembuatan ramp yang ideal?

IDEAOnline-Istilah ram memiliki arti bidang miring yang berfungsi untuk memindahkan barang.

Bangsa Mesir kuno telah menggunakan sistem ini untuk memindahkan batu besar sewaktu membangun piramida.

Pada perkembangannya, ramp dibangun sebagai pengganti tangga bagi pengguna kursi roda atau orang yang memiliki kemampuan mobilitas terbatas.

Baca Juga: Seram! Sempat Berniat Beli Rumah Paranormal Sara Wijayanto, Raffi Ahmad Membatalkannya

Biasanya ramp banyak digunakan di rumah sakit, panti jompo, atau panti rehabilitasi.

Selain itu, ramp juga dapat digunakan untuk tujuan rekreasi seperti di kolam renang atau di area bermain skateboard.

Kini, ramp di rumah tinggal mulai menjadi pertimbangan untuk memudahkan akses berjalan bagi siapa saja.

Saat membawa mebel atau peralatan besar, tentunya akan lebih mudah menggunakan ramp daripada menaiki dan menuruni tangga.

Baca Juga: Biar Engga Tambah Penuh, Ini Tips Bikin Tangga di Rumah Mungil

Ramp mempermudah pergerakan anak kecil dan manula.

Ramp mempermudah pergerakan anak kecil dan manula.

Di negara lain di mana istilah universal design sudah sangat populer, banyak orang mulai menambahkan ramp khusus untuk pengguna kursi roda di bagian depan rumah mereka yang biasanya berhalaman luas dan tidak berpagar.

Ramp seperti ini membutuhkan spasi yang banyak, sehingga sulit diterapkan pada rumah berhalaman sempit seperti di Indonesia.

Merancang tangga yang nyaman dan aman sangat penting dalam pembangunan rumah atau gedung. Ukuran tangga yang ideal bergantung pada beberapa faktor, termasuk lebar anak tangga, tinggi anak tangga, dan kemiringan tangga. Berikut adalah panduan umum untuk menentukan ukuran tangga yang ideal:

1. Tinggi Anak Tangga (Riser)

Tinggi anak tangga atau riser adalah jarak vertikal antara dua anak tangga. Tinggi riser yang ideal biasanya berkisar antara 15 cm hingga 18 cm. Tangga dengan riser yang terlalu tinggi dapat membuat naik-turun tangga menjadi melelahkan, sementara riser yang terlalu rendah dapat membuat tangga terasa kurang nyaman.

2. Kedalaman Anak Tangga (Tread)

Kedalaman anak tangga atau tread adalah jarak horizontal dari ujung depan satu anak tangga ke ujung depan anak tangga berikutnya. Kedalaman tread yang ideal berkisar antara 25 cm hingga 30 cm. Kedalaman yang cukup memungkinkan pijakan kaki yang nyaman dan aman saat menaiki atau menuruni tangga.

Lebar tangga menentukan ruang yang tersedia untuk berjalan di tangga. Lebar tangga minimal untuk tangga rumah biasanya sekitar 90 cm. Untuk tangga yang lebih sering digunakan atau tangga di gedung komersial, lebar yang lebih besar, seperti 120 cm atau lebih, lebih disarankan untuk memungkinkan dua orang lewat dengan nyaman.

Kemiringan tangga adalah sudut antara tangga dan lantai. Kemiringan tangga yang ideal berkisar antara 30 hingga 35 derajat. Kemiringan yang terlalu curam dapat membuat tangga sulit dan berbahaya untuk digunakan, sedangkan kemiringan yang terlalu landai memerlukan lebih banyak ruang horizontal.

5. Overhang (Nosings)

Nosings adalah bagian ujung depan dari tread yang menonjol melebihi riser di bawahnya. Nosings biasanya menonjol sekitar 2 cm hingga 3 cm. Nosings membantu meningkatkan keamanan dengan menyediakan pijakan tambahan dan mengurangi risiko terpeleset.

6. Tinggi Pegangan Tangga (Handrail)

Tinggi pegangan tangga atau handrail biasanya berkisar antara 85 cm hingga 95 cm dari nosing tread. Pegangan tangga yang stabil dan nyaman sangat penting untuk keamanan, terutama bagi anak-anak dan lansia.

Dengan mengatur kedalaman tread sekitar 28 cm dan memastikan tangga memiliki kemiringan yang sesuai, Anda bisa merancang tangga yang aman dan nyaman.

Menentukan ukuran tangga yang ideal melibatkan pertimbangan tinggi riser, kedalaman tread, lebar tangga, kemiringan tangga, dan nosings. Dengan mengikuti panduan ini, Anda dapat merancang tangga yang tidak hanya estetis tetapi juga nyaman dan aman digunakan. Pastikan juga mematuhi peraturan bangunan setempat yang mungkin memiliki standar khusus untuk ukuran tangga.

0%0% menganggap dokumen ini bermanfaat, Tandai dokumen ini sebagai bermanfaat

0%0% menganggap dokumen ini tidak bermanfaat, Tandai dokumen ini sebagai tidak bermanfaat

Serta mengutip juga PERMEN (Peraturan Menteri) PUPR No 14 tahun 2017 perihal “Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung”

Pasal 1. Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. 2. Bangunan Gedung Umum adalah bangunan gedung yang fungsinya untuk kepentingan publik, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun fungsi sosial dan budaya.

5. Kelengkapan Prasarana dan Sarana Pemanfaatan Bangunan Gedung adalah penyediaan fasilitas pada bangunan gedung dan lingkungan yang sesuai kebutuhan seluruh kelompok usia dan kondisi keterbatasan fisik, mental, dan intelektual, atau sensorik berdasarkan fungsi bangunan gedung untuk memberikan kemudahan bagi pengguna dan pengunjung dalam beraktivitas pada bangunan gedung.

6. Fasilitas adalah semua atau sebagian dari kelengkapan prasarana dan sarana pada bangunan gedung dan lingkungannya agar dapat diakses dan dimanfaatkan oleh semua orang.

7. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi semua orang guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupannya

9. Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. 10. Bebas Halangan (barrier free) adalah kondisi bangunan gedung dan lingkungan tanpa hambatan fisik, informasi, maupun komunikasi sehingga semua orang dapat mencapai dan memanfaatkan bangunan gedung dan lingkungannya secara aman, nyaman, mudah, dan mandiri.

Pasal 9 (1) Kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi tersedianya Fasilitas dan Aksesibilitas yang mudah, aman, dan nyaman bagi setiap Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung.

(2) Penyediaan Fasilitas dan Aksesibilitas hubungan ke, dari, dan di dalam Bangunan Gedung harus mempertimbangkan tersedianya: a. hubungan horizontal antar ruang/antar bangunan; b. hubungan vertikal antarlantai dalam Bangunan Gedung; dan c. sarana evakuasi.

Pasal 17 (1) Setiap Bangunan Gedung bertingkat harus memenuhi Persyaratan Kemudahan hubungan vertikal antarlantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b berupa tersedianya sarana yang memadai untuk terselenggaranya fungsi Bangunan Gedung. (2) Sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. tangga; b. ram; c. lift; d. lift tangga; e. tangga berjalan/eskalator; dan/atau f. lantai berjalan (moving walk).

(13) Ketentuan pemberlakuan persyaratan kemudahan Bangunan Gedung berdasarkan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada: a. Bangunan Gedung baru; b. Bangunan Gedung eksisting; c. Bangunan Gedung yang akan dilakukan perubahan; d. Bangunan Gedung Cagar Budaya yang Dilestarikan; dan e. Bangunan Gedung darurat.

Pasal 20 (1) Lift sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c merupakan alat mekanis elektrik untuk membantu pergerakan vertikal di dalam Bangunan Gedung. (2) Perancangan dan penyediaan lift sebagai sarana hubungan vertikal antarlantai harus memperhatikan: a. fungsi lift; b. keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung; c. kewajiban penyediaan lift untuk setiap Bangunan Gedung dengan ketinggian bangunan lebih dari 5 (lima) lantai; d. kewajiban penyediaan lift Penyandang Disabilitas untuk sarana perhubungan dengan ketinggian bangunan lebih dari 1 (satu) lantai seperti bandara, stasiun kereta api, dan pelabuhan laut;

e. kewajiban penyediaan lift penumpang/pasien dan lift penyandang disabilitas bagi Bangunan Gedung kesehatan; dan

Pasal 21 (1) Lift tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf d merupakan alat mekanis elektrik untuk membantu pergerakan vertikal di dalam bangunan gedung yang digunakan terutama bagi penyandang disabilitas dan lanjut usia.

Pasal 28 (1) Sarana pendukung evakuasi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf d terdiri atas: a. rencana evakuasi; b. sistem peringatan bahaya bagi pengguna; c. pencahayaan eksit dan tanda arah; d. area tempat berlindung (refuge area); e. titik berkumpul; dan f. lift kebakaran.

Pasal 34 (1) Lift kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf f merupakan lift yang dapat difungsikan oleh petugas evakuasi pada saat terjadi kebakaran untuk keperluan pemadaman dan evakuasi Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung. Lampiran II. PERMEN PUPR no 14 tahun 2017. PENYEDIAAN FASILITAS DAN AKSESIBILITAS HUBUNGAN KE, DARI, DAN DI DALAM BANGUNAN GEDUNG

B. Hubungan Vertikal Antarlantai dalam Bangunan Gedung Setiap Bangunan Gedung bertingkat harus menyediakan sarana hubungan vertikal antarlantai yang memadai untuk menunjang terselenggaranya fungsi Bangunan Gedung.

Sarana hubungan vertikal antarlantai meliputi: 1) tangga; 2) ram; 3) lif; 4) lif tangga; 5) tangga berjalan/eskalator; dan/atau 6) lantai berjalan (moving walk). B.3. Lif a. Persyaratan Teknis 1) Persyaratan Teknis Secara Umum Lif Penumpang (passenger elevator) a) Lif penumpang merupakan sarana transportasi vertikal dalam Bangunan Gedung yang dipergunakan untuk mengangkut orang. b) Lif penumpang harus disediakan untuk Bangunan Gedung dengan ketinggian di atas 5 lantai. c) Bangunan Gedung dengan ketinggian 2 sampai dengan 5 lantai dapat dilengkapi dengan lif penumpang disesuaikan dengan kegiatan atau kebutuhan Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung Bangunan Gedung. d) Lif dilengkapi dengan alat pendaratan darurat otomatis menggunakan tenaga baterai (automatic rescue device/automatic landing device) yang bila terjadi terputusnya aliran listrik, maka lif akan berhenti pada lantai terdekat dan pintu membuka secara otomatis; e) Lif yang digunakan harus berupa lif otomatis dan dilengkapi sistem levelling dua arah. f) Bangunan Gedung Umum tidak wajib dilengkapi dengan lif penumpang yang mudah diakses bagi penyandang disabilitas apabila: (1) telah disediakan ram yang mudah diakses; dan (2) telah disediakan incline lift yang memenuhi standar yang berlaku dengan ketentuan untuk menghubungkan ruang berkumpul pada tempat pertunjukan umum dan memenuhi kebutuhan hunian rumah tidak sederhana diatas 1 lantai.

B.4. Lif Tangga a. Persyaratan Teknis 1) Lif tangga dapat disediakan pada Bangunan Gedung dengan ketinggian sampai dengan 3 lantai dan perbedaan ketinggian lantai paling sedikit 4 m. 2) Lif tangga diperuntukkan terutama bagi penyandang disabilitas pengguna kursi roda atau lanjut usia. 3) Lif tangga dipasang pada jalur tangga di salah satu sisi dinding.